22 Maret, 2010

Sekat Ruang di Jakarta dalam Lingkup Remaja dan Anak-anak

Jakarta, sebagai ibukota Indonesia memiliki kelebihan dan kekurangan. Disini saya akan membahas tentang sekat ruang dalam masyarakat Jakarta.
Warga Jakarta seperti yang kita lihat makin memiliki sekat ruang. Yang dibicarakan disini adalah sekat ruang dalam interaksi sosial. Sekat ruang ini terbentuk karena adanya status-status sosial, usia, jenis kelamin, serta sekolah dari anak tersebut.



Contoh, kita lihat saja dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan yang saya lihat.
Anak-anak kaum tak punya, bermain bersama mereka yang berasal dari “kasta” yang sama. Anak-anak kaum punya, bermain dengan mereka yang juga berasal dari kasta yang sama juga.
Lalu, ada juga karena usia. Contohnya, seorang remaja berumur 14 tahun kemungkinan besar tidak mungkin bergaul dengan anak-anak kelas 3 atau 4 SD. Contoh dalam jenis kelamin sudah sangat jelas, tetapi hal ini banyak ditemui dalam usia sekitar 10 tahun keatas. Dan Dalam masalah sekolah, ini mungkin yang paling berpengaruh karena sehari-hari anak-anak menghabiskan waktu di sekolah.



Setelah kita melihat contohnya, kita bahas satu persatu tentang “faktor- faktor” pembentuk sekat ruang dalam interaksi sosial.



Sekat dalam status sosial sudah sangat jelas bagi kita. Kaum have kemungkinan besar tidak akan bergaul dengan kaum not have. Ini disebabkan karena banyak hal seperti, sikap kaum have yang merendahkan kaum not have, lingkungan kaum have dan not have yang terpisah, dan juga karena sikap/budaya kaum have yang berbeda dengan kaum not have dan sebaliknya.Dalam sebuah survey, saya menemukan fakta bahwa beberapa anak have di Jakarta tidak bergaul dengan kaum not have karena tidak mempunyai waktu, dan takut akan kriminalitas dan lingkungan di kaum not have.



Maka, terjadilah sekat. Kaum not have bergaul dengan sesamanya (saya melihat kebanyakan kaum not have berinteraksi diluar rumah) sedangkan kaum have kabanyakan besar berinteraksi dengan sesamanya melalui dunia maya dan alat telekomunikasi lain. Sungguh menyedihkan memang melihat sekat antara kaum yang punya dengan kaum tak punya.



Selanjutnya, usia. Sudah jelas juga seorang remaja tidak berkumpulan dengan sekumpulan anak-anak SD yang jauh umurnya. Disebabkan karena beberapa faktor yaitu karena cara berpikirnya yang sudah tidak “connect”, sifat “tidak punya malu” anak-anak kecil yang (contohnya) bermain sesuatu yang dianggap orang dewasa sebagai suatu tindakan memalukan jika remaja atau orang dewasa ikut bergabung (maka dari itu para remaja tidak mau bergabung).
Menurut survey, remaja masa kini (khususnya kaum have) lebih banyak menghabiskan waktu sendirian di rumah daripada bermain bersama anak lain di lingkungannya karena kebanyakkan dari mereka umurnya jauh dibawah (atau diatas) remaja tersebut.



Sekat dalam hal Jenis Kelamin, sebenarnya tidak terlalu besar perbedaanya. Ini mungkin hanya berlaku bagi anak-anak umur 10 tahun keatas. Bagi yang umurnya dibawah sekitar 10 tahun, (atau yang masih mempunyai jiwa anak-anak) akan enjoy saja bergaul dengan siapa saja entah itu perempuan atau laki-laki. Tetapi jika sudah mencapai usia pubertas dan remaja, mereka akan lebih nyaman bergaul dengan sesama kaum mereka. Dan hal itu terjadi karena lebih “connect” dalam berbicara dan dalam menghindari free-sex.
Dalam hal sekolah, mungkin yang paling berpengaruh. Di sekolah, anak-anak dan remaja bergaul dengan bebas. Dalam sekolah tetap saja ada kelompok-kelompok yang menyekat satu “golongan” antar golongan yang lain.
Dari yang saya amati, kaum remaja have pada saat pulang langsung berhubungan lagi dengan teman satu golongannya melalui dunia maya.



Oke, setelah kita membahas semuanya, saya akan memberitahu masalah terbesarnya.



Masalah terbesar adalah sekat antara kaum have dengan not have. Dari sejak zaman kekaisaran romawi, telah dibagi kasta-kasta. Mengapa demikian padahal di Agama Islam diajarkan bahwa “Semua manusia sederajat dimata Allah”.
Walaupun perkembangan persamaan hak kaum not have sudah banyak berkembang, tapi masih terdapat sekat-sekat yang menyekat kaum have dengan not have.
Masalah antara kaum have dengan not have sebenarnya adalah kesalahpahaman. Kaum Have menganggap kaum not have tidak punya etika dan tidak sopan juga terlalu “kampungan” dan “urakan”. Sedangkan kaum not have menganggap kaum have sombong, pelit, dan tidak mau berteman dengan kaum not have. Padahal jika kedua kaum ini berubah menjadi lebih baik, kedua kaum ini bisa menjadi sahabat.
Kita tentu ingin melihat sebuah Negara bahkan dunia dengan kaum have dan not have hidup beriringan dengan rukun. Kehidupan ini membawa keseimbangan dan perdamaian dan tentunya menghentikan banyak konflik.



Tidak hanya antara kaum have dan not have, tetapi semua golongan yang sedang menghadapi konflik dengan golongan lain. Kita berharap untuk mereka menyelesaikan masalah dengan damai.
Dengan begitu tidak ada sekat lagi di dunia ini. Tidak ada rasa takut dan benci dari golongan have dan tidak ada lagi perasaan iri dari kaum not have.


HEEY!!! Sori kalo postingan akhir2 ini gaada kata sambutan dari gw soalnya beberapa dari mereka itu tugas... wekekek.. contohnya winnetou dan ini! so lads... i'm sorry aja ya... wakakak... Trus SORRY!!! Bgt kalo postingan ini ngaco bahasa dan gaya bahasa dan pemikirannya soalnya saya lg ngantuk... dan ini tugas dikumpulin besok.. thx!

Tidak ada komentar: